Slogan dan perjuangan emansipasi
wanita dan disusul dengan keluarnya produk kebijakan pemerintah tentang 30 % kouta kursi perempuan di parlemen menjadikan
banyak perempuan di Indonesia berlomba-lomba mendaftarkan diri menjadi caleg (calon
legeslatif). Latar belakang mereka pun berbeda-beda. Ada yang benar-benar
dengan niat memperjuangkan hak rakyat, ikut-ikutan karena ingin mengejar
prestise bahkan ada yang hanya sekedar jadi alat politik partainya.
Saya sendiri tidak mendukung
dengan ikutnya perempuan menjadi caleg atau jadi bagian parlemen.
Perempuan memang mempunyai peran
yang sangat penting di dunia publik yaitu melakukan upaya pencerdasan pada masyarakat.
Tapi peran utama perempuan adalah di ranah domestiknya, yaitu sebagai ibu dan
pengurus rumah tangga. Sinergisnya kedua peran wajib ini hanyalah dengan
menjadikan peran ibu berdimensi upaya pencerdasan masyarakat. Tidak lain karena
ibu juga menjadi faktor penting terciptanya sumberdaya manusia yang tangguh
dalam sistem kenegaraan. Peran ibu dalam pembinaan anak-anaknya sejak usia dini
mampu menciptakan sosok warganegara yang berkarakter kuat dan bermental pemimpin serta pejuang.
Sebagai seorang ibu perempuan
mempunyai tugas mendidik dan membina kepribadian anak. Membangun jiwa anak yang
cerdas, beriman dan berakhlak mulia. Jadi bukanlah hal yang bijak ketika orang
tua melemparkan tanggung jawab pendidikan dan perkembangan anaknya pada
sekolah.
Selain sebagai ibu, perempuan
juga mempunya tugas yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai pengurus rumah
tangga. Pengurus rumah tangga bukanlah pembantu, tapi ia adalah manajer di
rumah tangganya. Dia mempunyai tanggung jawab untuk membuat suami dan
anak-anaknya selalu nyaman berada di rumah, menjadikan rmah sebagai syurga bagi
keluarganya dan memahami secara detail segala keperluan di rumah. Tugas
perempuan dalam ranah domestiknya ini bukanlah hal yang ringan. Suami yang
memiliki kemampuan ekonomi wajib menyediakan pembantu rumah tangga untuk
membantu istrinya melaksanakan tugas-tugasnya sebagai manajer di rumah. Tapi
apabila suami tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan pembantu maka istri
harus ikhlas menjalankan semua tugas dan perannya itu. Jadi tidak benar ketika
perempuan bekerja diluar rumah sedangkan semua tanggung jawabnya di rumah di
serahkan ke pembantu.
Bayangkan saja ketika perempuan
terjun ke dunia politik praktis, maka perannya sebagai ibu dan pengurus rumah
tangga pasti tidak akan secara optimal bisa dilakukan. Padahal masa depan
generasi bangsa yang berkualitas ada dalam genggaman tanggung jawabnya.
Apakah perempuan harus diam
dirumah saja melakukan perannya?? Jawabannya : Tidak.
Banyak hal yang bisa dilakukan
perempuan untuk mencerdaskan masyarakat di ranah publik yang tidak terlalu menyita
waktunya untuk keluarga, apakah melalui tulisan yang dipublikasikan, membuja
diskusi-diskusi publik, seminar, kegiatan sosial dan bentuk aktivitas lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar