Senin, 21 April 2014

Tulang Rusuk, Bukan Tulang Punggung

[Meluruskan kembali makna Kartini Masa Kini]


21 April selalu  menjadi hari yang membanggakan bagi kaum perempuan. Dengan figure utama RA. Kartini, tanggal yang merupakan hari lahir beliau itu menjadi peringatan bagi perempuan untuk selalu memperjuangkan dan memperoleh hak-haknya setara dengan hak kaum lelaki atau yang biasa disebut dengan emansipasi.
Sejatinya, RA. Kartini berjuang agar kaum perempuan mendapatkan hak memperoleh pendidikan seperti halnya kaum laki-laki pada waktu itu. Perjuangan beliau bukan dititik tekankan pada keinginan beliau untuk memiliki hak yang sama persis dengan kaum laki-laki dalam segala aspek kehidupan. Hal itu bisa dicermati dari surat-surat yang pernah beliau tulis.
Bagaimana dengan perempuan masa kini?
Hakikatnya perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki yang seharusnya selalu dijaga dan berada di sisi laki-laki. Mirisnya, atas nama kebebasan dan kesetaraan banyak perempuan yang tereksploitasi untuk berperan aktif di luar rumah, mengoptimalkan potensi dirinya tanpa batas demi meraih materi sebanyak-banyaknya. Saling berlomba untuk mendapatkan prestasi agar mendapatkan gelar hebat dan pengakuan dari masyarakat. Mereka itulah  yang biasa disebut dengan wanita karir.
Mereka lupa dengan hakikatnya untuk menjadi patner kaum laki-laki berbagi tugas untuk kelangsungan perkembangan kehidupan umat manusia. Kebanyakan kaum perempuan zaman sekarang memiliki keeinginan yang kuat untuk memiliki hak yang sama persis dengan hak kaum laki-laki untuk bekerja, memiliki kebebasan waktu di luar rumah, melakukan hal-hal yang sebenarnya hanya patut dilakukan laki-laki bahkan menginginkan laki-laki mengerjakan yang seyogianya lebih patut dilakukan oleh perempuan (misalkan mengurus rumah).
Apakah itu dibenarkan?
Kreativitas perempuan terutama bertujuan untuk menginspirasi kaumnya adalah suatu kemuliaan, seperti yang dilakukan oleh RA. Kartini yang menginspirasi kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan sama seperti laki-laki yang sangat ditabukan pada masa itu. Perempuan adalah tiang Negara yang harus mengambil peran untuk perbaikan negeri ini. Bukan dalam hal maraih materi sebanyak-banyaknya untuk memakmurkan diri sendiri tapi memberi manfaat sebesar-besarnya untuk perbaikan generasi bangsa. Kiprah seperti ini bisa terimplimentasi dari tugas seorang perempuan dalam rumahnya, memberi dukungan terhadap suami dan memberikan pondasi pendidikan sejak dini kepada anak-anaknya. Peran inilah yang harus diutamakan kaum perempuan tanpa membatasi potensinya untuk berkiprah di luar rumah memberikan inspirasi atau pembinaan terhadap masyarakat sesuai dengan kadar potensinya. Kiprah itu dapat seiring, seimbang dilakukan ketika perempuan memahami betul akan pentingnya akan kebaradaan dan fungsinya di tengah masyarakat tanpa mengalahkan salah satu kiprahnya.
Semakin jelas bahwa aktivitas perempuan meraih materi sebanyak-banyaknya dengan melupakan kewajibannya di rumah dan melupakan perannya untuk perbaikan masyarakat adalah sebuah kemunduran kaum perempuan dan melenceng dari perjuangan RA. Kartini. Perempuan yang hanya membanggakan kemampuannya dalam meraih materi dan tidak mengasah pengembangan dirinya untuk mengabdikan diri menjalankan kiprah keperempuanannya hakikatnya telah menurunkan derajat kemuliaannya sebagai perempuan.
Pernyataan tersebut bukan tidak menghalalkan perempuan yang berkerja di luar rumah untuk menambah penghasilan keluarga atau membantu suami untuk menafkahi keluarga. Perempuan berkarir sah-sah saja, tentu dengan batasan yang harus dijaga dan norma yang harus dipatuhi. Tulisan ini hanya berusaha mengingatkan kita, tak selama-lamanya materi yang menjadi tujuan utama apalagi perempuan sebagai investasi masa depan tempat lahir dan tumbuh kembangnya generasi bangsa yang berkualitas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar