Tiap kali
mendengar kata “setia”, dalam hati saya bergumam “emmm… gue banget”. Betapa
tidak, hal itu terbukti jelas ketika saya masih menjalankan aktivitas maksiat
dalam bentuk “pacaran”. Tak pernah
sekalipun saya pergi berboncengan atau berdua-duaan dengan lelaki selain pacar saya, kalaupun ada aktivitas yang
mengharuskan saya berkumpul dengan laki-laki itupun harus dalam urusan
pekerjaan. Sampai akhirnya saya mengalami kejadian yang berkaitan dengan tepat
waktu. Saya dengan pacar saya (mantan) batal kencan karena saya telat beberapa
menit, dan hal itu jadi permasalahan besar baginya. Tapi setelah kejadian itu
sebenarnya hubungan kami masih baik-baik
saja. Sampai akhirnya saya mendapatkan pencerahan dari seorang inspirator yang
mengemukakan bahwa orang yang tidak tepat waktu adalah orang yang tidak setia.
Setelah saya pahami, ” hemmm betul juga”.
Kecil memang,
hanya permasalahan waktu tapi sangat esensial. Menyepelekan waktu bertemu
dengan seseorang sama dengan meremehkan pertemuan dengan orang tersebut. Yang
berarti juga mengurangi nilai kesetiaan kita pada orang tersebut. Lalu
bagaimana dengan kesetiaan kita pada Tuhan yang menciptakan kita? Saya sendiri
langsung getir ketika memahami masalah waktu ini. Saya pun langsung memutuskan
untuk tidak pacaran lagi.
Hakikatnya
manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah secara kaffah (menyeluruh), baik dalam keadaan
berbaring ataupun berdiri, baik saat sendiri ataupun sedang beramai-ramai,
untuk urusan pribadi dan urusan Negara. Allah menurunkan dien Islam dengan sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan.
Mirisnya, kita hanya mengingat Allah ketika shalat saja, ketika zakat saja,
ketika haji saja, di luar itu kita malah lupa dan terlalu asyik dengan
aktivitas keduniawian kita, padahal Allah Maha Melihat apa yang kita perbuat.
Hal yang kecil saja, saat sholat kita menutup aurat dengan sempurna, tapi
ketika sholat berakhir aurat kembali diumbar dengan senangnya; ketika sholat
shaff laki-laki dan perempuan terpisah, usai sholat laki-laki dan perempuan
bercampur baur seakan Allah tidak memberikan aturan terhadap itu. Padahal
menutup aurat dan tidak bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan baik dalam
sholat maupun di luar sholat aturannya sama. Dan banyak lagi aturan aturan
Allah lainnya yang kita sebagai kaum muslim sendiri yang menyepelekannya.
Anehnya lagi,
dengan alasan masih muda atau mungkin dengan alasan menunggu kemantapan hati, kita
malah menunda-nunda waktu untuk beribadah kepada-Nya. Sholatnya nanti saja
menunggu waktu luang; hajinya nanti saja padahal mampu; berjilbabnya nanti
saja, menjilbabi hati lebih duhulu; bertobatnya nanti saja saat tua, selagi
muda ingin puas bersenang-senang dulu. Itulah segelintir alasan manusia, yang
padahal di hadapan Allah alasan seperti itu tidak berguna sama sekali.
Hal yang begitu
kita remehkan tapi malah meragukan kesetiaan kita kepada-Nya meskipun kita
tetap menyebutnya sebagai Tuhan Yang Esa di lisan kita.
“Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk isi Neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat) Allah, dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al A’raf: 179)
Saya pun masih
belajar, memahami ini membuat saya menangis dengan maksiat yang pernah saya
lakukan. Meskipun tak ada yang tau tapi Allah tau, meskipun kecil tapi maksiat
kecil itulah yang menodai keimanan saya.
Marilah sahabat
kita murnikan keimanan kita kepada Allah SWT, yang dengan keimanan itu Dia akan
mencintai kita. Jangan nodai kesetiaan kita kepada Allah dengan hal-hal yang
bersifat kesia-siaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar