Saat itu aku adalah mahasiswa
semester 6 yang sedang aktif diberbagai kegiatan di kampus. Kebetulan pada saat
itu dicalonkan teman-temanku tuk menjadi calon ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA)
di program studiku. Disisi lain, di desa tempat tinggalku, ayahku yang
merupakan aparatur desa juga sedang sibuk mempersiapkan pemilihan kepala desa
(pambakal) yang baru. Ayahku juga berperan sebagai ketua panitia pemungutan
suara (PPS) dan Tim sukses salah satu calon kepala desa waktu itu. Hari
pemungutan suara kepala desa itu pun berbarengan dengan hari pemungutan suara
pemilihan ketua HIMA.
H-1.
Sore itu aku sedang asyik ngobrol
dengan teman sekostku tentang kondisi pergerakan di kampus, dan tiba-tiba saja Handphone ku berdering. Ada panggilan
dari ayahku.
“Er, esok pemilihan pambakal, kamu pulang ikut memilih”
“Saya gak bisa Bah, saya juga pemungutan suara esok di
kampus dan saya jadi kandidatnya”, sahutku.
Ayahku langsung mematikan
handphonenya. jantungku langsung berdetak kencang, aku tau pasti beliau marah.
Tiba-tiba handphone berdering
lagi, ayahku memanggil lagi.
“Ingat Er, kamu tidak besar sendirian. Kalau esok tidak pulang,
jangan pernah pulang sekalian”, bentak beliau.
Aku yang tersentak hanya bisa
menjawab “iya… “. Handphone langsung dimatikan ayahku dari seberang.
Teman-teman di sekelilingku tidak
ada yang tau kalau saat itu aku menerima telpon dari ayahku yang sedang marah.
Sampai akhirnya kami pun bubar dan aku masuk ke kamarku.
Di kamar aku langsung menangis.
Meski pun aku merasa di posisi yang benar, aku merasa tidak nyaman mendengar
kekecewaan ayahku. Aku mengerti, posisi beliau sebagai aparatur desa yang pasti
tidak nyaman dengan warga desa kalau anaknya yang sulung tidak berpartisipasi
dalam pemilu kades. Disisi lain kehadiranku di kampus esok jauh lebih penting,
karena kandidat wajib berhadir dalam pemilu HIMA.
Aku pun memutuskan pulang malam
itu. Usai sholat magrib aku bersiap diri untuk pulang dengan mata yang masih
sembab. Kulihat di luar kost ada sepeda Damai sedangkan Damai tidak ada di kost
malam itu. Dengan sepeda Damai aku mengayuh pulang ke rumah tanpa seorang
penghuni kost pun yang tau. Perjalanan sejauh kurang lebih 30 km ku tempuh
tanpa rem dengan sepeda itu. Sepanjang jalan aku masih menangis. Pantatku pun
mulai penat, karena sebelumnya aku tidak pernah mengayuh sepeda sejauh ini
apalagi kondisi jalan yang kadang tidak ada penerangan membuatku merasa takut
kalau tertabrak sesuatu. Sepeda itu terus kukayuh tanpa istirahat sampai ke
rumah.
Sesampai di rumah orang tuaku
kaget melihat kedatanganku.
“kenapa gak bilang kalau mau
pulang, Abah kan bisa menjemput”,
kata ayahku.
Aku diam tidak menyahut. Aku pun
lngsung berganti pakaian dan menuju ke belakang tuk mencuci mukaku. Mataku pun
terasa bengkak karena menangis terus menerus. Kemudian aku langsung menuju ke
kamarku dan tidur tanpa sedikitpun berbicara dengan orang tuaku. Samar-samar ku
dengar pembicaraan orang tuaku.
“Erni dimarahi kah jadi dia
sampai kayagitu”, ibuku yang pertama kali bersuara.
Ayahku diam tidak menyahut.
“Erni itu gak bisa dikerasi, dia
berani nekat”, tambah ibuku.
Pagi pun tiba, aku bangun dengan
kondisi yang sudah segar. Pagi-pagi aku sudah mempersiapkan diri tuk ke TPS
dengan maksud setelah memilih aku langsung balik ke kampus dengan bersepeda.
Ayahku pun berkata, “Nanti biar
abah saja yang mengantar ke kampus, kamu jadi kandidat ketua HIMA kan? Sepeda
itu biar nanti malam abah yang antar ke kost”.
“iya.. “, jawabku. Aku pun senang
sekali, ayahku tidak marah lagi dan memberikan dukungan padaku untuk jadi ketua
HIMA.
Usai ikut pemungutan suara di
desa, aku pun diantar ayahku kampus. Ayahku meminta izin pada panitia yang lain
untuk meninggalkan tugasnya.
Di kampus, aku pun hari itu
akhirnya terpilih menjadi ketua HIMA dan sejak saat itu kedua orang tuaku pun
lebih perhatian padaku. Hampir 2 hari sekali aku diantari makanan ke kos,
kadang di jenguki ke kampus dan 2 kali seminggu di jemput untuk pulang bahkan
berselang tidak lama dari kejadian itu aku diberi izin untuk menggunakan motor.
Sepeda Damai itu tidak mampu
kulupakan kenangannya sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar